Persoalan Tentang Menyelamatkan Bumi
Saya bukan seseorang yang terlalu
environmentalist tetapi saya cukup peduli terhadap keadaan bangsa, serta bumi
kita. Kita semua menyadari bahwa krisis iklim dapat menjadi ancaman bagi hampir
segala aspek kehidupan kita. Dan ini bukan hanya wacana semata. Awalnya saya
juga merasakan bahwa ini hal yg cukup memperihatinkan tetapi bukan masalah yang
serius, sampai suatu kali saya membaca buku “Menjadi” karangan Afutami. Dalam
buku tersebut dikatakan bahwa kita seperti dihadapkan pada trade off yang
salah: seolah-olah ada pilihan yang harus dibuat, antara mendorong pertumbuhan
ekonomi dan mengorbankan lingkungan, atau menjaga lingkungan dengan
mengorbankan kesejahteraan banyak orang. Padahal kita dapat menengahi konflik
semu antara ekonomi-sosial-lingkungan ini dengan istilah pembangunan
berkelanjutan atau sustainable development.
Dalam https://sdgs.bappenas.go.id/ dikatakan
bahwa Sustainable Development Goals atau SDGs adalah pembangunan yang menjaga
peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, pembangunan
yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, pembangunan yang
menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin keadilan dan
terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
“Look deep into nature, and then you will understand everything better”.
Menurut temuan Badan Meteorologi di
Inggris terdapat kemungkinan rata-rata suhu tahunan bumi akan naik lebih dari
1,5-2 derajat Celsius selama lima tahun kedepan. Mungkin kita berpikir bahwa
hal ini adalah hal yang cukup sepele. Tapi bayangkan apabila ini terjadi pada
diri kita. Analoginya seperti ini. Apa bila suhu rata-rata manusia adalah 36-37
derajat Celsius. Dan bertambah 2 derajat Celsius. Maka suhu tubuh akan menjadi
sekitar 38-39 derajat Celsius. Pada suhu itu tubuh kita dapat dikategorikan
tidak normal atau sakit. Sekarang bayangkan bahwa yang sakit adalah bumi kita.
Kita sendiri sudah merasakan hal yang
diakibatkan oleh krisis iklim seperti banjir yang berkepanjangan, bencana alam,
kebakaran hutan dan lain-lain. Bahkan sekitar 90% wilayah Jakarta diprediksi
bakal tenggelam, khususnya bagian utara. Ini akan terjadi di 2050 akibat
naiknya permukaan air laut.
Dari hal-hal yang telah saya jabarkan
saya dapat merumuskan beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengurangi krisis
iklim. Mungkin ini hal-hal sepele yang dapat kita lakukan. Contohnya kita dapat
mengawali dengan mengurangi jejak karbon sendiri. Misalnya sebisa mungkin
kurangi menggunakan transportasi pribadi, mematikan listrik yang tidak
terpakai, atau menggunakan alat elektronik yang hemat listrik. Kita tidak bisa menggantungkan
diri kepada kebijakan pemerintah semata. Tetapi perubahan itu harus dimulai
dengan diri sendiri. Maka dari pada itu mari lakukan perubahan demi bumi yang
lebih baik lagi. Karena ini adalah persoalan tentang menyelamatkan bumi.