Stop Hate and Let's Break the Stigma About Suicide
Banyaknya
kabar terkait dengan bunuh diri dari Chester Bennington (vokalis Linkin Park)
maupun Oka Mahendra (Co-founder Proud.project) membuat saya mencoba untuk
menggali lebih dalam tentang bunuh diri. Saya pun mencoba menghubungi teman
saya yang memiliki data riset tentang depresi dan bunuh diri serta mencari
beberapa sumber terkait. Saya mendapat fakta yang cukup mengejutkan, menurut WHO
(World Health Organization) sekitar 800.000 orang yang meninggal di dunia
setiap tahunnya akibat bunuh diri yang di sebabkan oleh depresi. Selain itu
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDar) tahun 2013 yang di lakukan
oleh kementrian kesehatan Indonesia lebih dari 14 juta orang di Indonesia
mengalami depresi. Hal tersebut memberikan perhatian yang mendalam bagi saya,
apalagi saat saya mendengar kabar bunuh diri yang di lakukan oleh public figure
diwaktu yang sangat berdekatan.
Saya
mencoba untuk menterjemahkan bunuh diri dan depresi dari berbagai perspective. Pada masa dimana orang berada pada titik terendah dalam hidupnya. Berusaha
keras menggali “positivity” yang terkubur di dalamnya. Konflik batin melawan
realita kehidupan yang cukup sengit, namun akhirnya berhasil melewati titik
terendah dalam hidupnya dengan perjuangan yang luar biasa. Ada juga yang gagal
melewati fase ini. Hidup terasa berat dan perih, perspektif dibutakan, gelap
gulita, berjuang keras memaksa batinnya untuk bangkit namun tidak mampu. Merasa
tidak ada jalan keluar, tidak berdaya, dan pintu keluar dari hal tersebut hanya
ada satu yaitu meninggalkan kehidupan ini, “bunuh diri”.
Saya
sendiri tidak membenarkan bahwa bunuh diri adalah hal yang boleh dilakukan atau
tidak. Tetapi saya mengajak teman-teman untuk mengerti perpektif ini. Perspektif
yang mungkin dirasakan oleh orang-orang yang mengalami depresi, dan berniat
untuk mengakhiri hidupnya.
"Don't forget that you're human. It's okay to have a melt down. Just don't unpack and live there. Cry it out and then refocus on where you are headed." -@saveyourselves.id
Kalimat diatas adalah salah satu petikan Quotes yang dibuat @saveyourselves.id, dimana kita sebagai manusia berjuang untuk mengikuti jalannya roda kehidupan.
Stigma
masyarakat yang terkadang mengubah kita malah membuat fenomena depresi dan bunuh diri malah menjadi “nyinyiran”
atau judgement tertentu. Membawa kita pada perspektif satu arah, yang membuat
kita berpikir pendek terhadap issue ini. Berpikir bahwa orang yang bunuh diri disebabkan karena kurang iman, mental yang lemah dan sebagainya. Hal yang perlu dikritisi
adalah latar belakang konflik dan situasi yang di hadapi setiap orang berbeda.
Bagaimana kita dapat mengajak penderita depresi untuk bercerita bila stigma
tersebut tidak bisa kita hilangkan? Hal ini bisa terjadi kapan saja, dan pada
siapa saja. Mungkin banyak diantara mereka yang memilih untuk bungkam, tapi
batinnya meronta meminta pertolongan. Gagal meminta pertolongan karena malu
atau takut akan stigma tertentu. Dan akhirnya berpikir bahwa jalan satu-satunya
adalah mengakhiri hidup.
Mungkin masih ada beberapa diantara kita yang
menjadikan hal ini sebuah “nyinyiran” belaka. Tapi pernahkah teman-teman
bayangkan bila hal ini terjadi pada kerabat dekat kita? Dan bahkan kita sendiri
tidak bisa menolongnya hanya karna stigma yang sudah tertanam dalam benak kita? Kita berpikir bahwa hal yang mereka rasakan bukanlah masalah serius. Dan pada akhirnya kita kehilangan mereka.
Saya disini
mengajak teman-teman untuk berhenti untuk membenci dan membuat suatu judgement tertentu, tetapi mari kita buka perspektif baru, berhenti untuk membenci, hancurkan stigma,
dan membantu mereka para penderita. Selain itu saya juga mengajak teman-teman untuk
membagikan informasi terkait referensi hotline. Mungkin banyak dari kita yang merasa butuh bantuan tetapi masih malu untuk bercerita atau berkonsultasi. Berikut adalah referensi hotline bagi yang membutuhkan, silahkan menghubungi Komunitas Jangan Bunuh Diri hotline 021-9696-9293 atau
hubungi instagram @saveyourselves.id
Stop Hate and Let's Break the Stigma!