Ketersesatan dalam sebuah idealisme
Terkadang
sebuah idealisme membawa kita ke dalam suatu tempat tanpa batas yang bernama
mimpi. Mimpi dalam hal ini bukan seperti bunga tidur yang kita alami seperti
biasanya. Mimpi dalam konteks ini adalah harapan atau cita-cita kita.
Ketika kita
kecil kita sering diajak untuk berhayal dan mencari mimpi kita. Seiring
berjalannya usia seakan hal tersebut terdengar sangat klise apabila kita katakan
“ingin mengejar mimpi”. Hal ini akan
terdengar semakin konyol dan semakin tidak mungkin dicapai apabila saya
mengatakan bahwa mimpi saya adalah untuk “membuat Indonesia lebih baik lagi”.
Jiwa
nasionalisme seakan menjadi bahan guyonan, dan pandangan orang seakan melihat
diri saya tidak dapat berpikir secara rasional dan realistis. Ketika
masing-masing orang berjuang mati-matian untuk mencari cara bagaimana untuk
menghidupi dirinya sendiri, saya malah berjuang memikirkan bagaimana caranya
menciptakan perubahan untuk negara saya.
Sampai
suatu ketika lingkungan dan mayoritas orang memaksa saya untuk mengubur mimpi
saya dalam-dalam. Dengan alasan secara financial, rasionalitas, dan lain
sebagainya. Sakit sekali rasanya untuk saya, ketika mimpi dan ambisi saya yang
begitu besar harus dihentikan karna suara mayoritas yang tidak bisa saya redam.
Pada akhirnya saya memutuskan untuk mengubur mimpi saya. Saya berharap dengan
mengubur mimpi saya, mimpi tersebut dapat mati perlahan.
“Jangan pernah membunuh mimpi kamu, karena mimpi itu tidak akan pernah mati. Kamu bisa pukul mimpi itu sejauh dan sekeras mungkin tapi paling mimpi itu cuma bisa pingsan dan akan kembali ketika kamu tua dalam bentuk penyesalan. So, never kill your dreams!"
–Pandji Pragiwaksono
Kalimat
tersebut seakan menghantui saya. “Panggilan” tersebut meronta-ronta dan memaksa
saya untuk segera menggapainya. Akhirnya saya memutuskan untuk menggali kuburan
mimpi saya kembali dan mencoba menghidupinya. Saya mencoba berbagai cara untuk
menggapai mimpi tersebut. Dari mencoba untuk membuat suatu project kecil
bersama sahabat-sahabat saya, dan mencari suatu ekosistem baru yang dapat
menghidupi mimpi saya.
Postcard dan sticker dari Limitless Campus |
Disana juga
kami juga diajarkan untuk mengenal diri sendiri. Gunanya adalah agar kami dapat
mengambil peran sesuai dengan kemampuan kami atau hal yang kami sukai untuk
membuat Indonesia lebih baik lagi. Ketika lingkungan sekitar menyuguhkan
hal-hal negatif yang melumpuhkan ambisi dan mimpi saya, ekosistem tersebut
malah meyakinkan saya dan memberi semangat penuh serta menfasilitasi jalan saya
menuju “ketersesatan idealisme saya”, yakni membuat Indonesia yang lebih baik.
Awalnya
saya berpikir hanya saya yang terjebak dalam labirin mimpi saya, ternyata
banyak sekali orang-orang seperti saya disana. Orang-orang yang haus untuk memberikan
perubahan kepada bangsanya. Karena kami yakin dan percaya bahwa ada tanggung
jawab moral yang harus kami laksanakan, yaitu membuat bangsa kami menjadi lebih
baik, bukan hanya melulu berlindung dibalik keluhan yang selalu di lontarkan
tentang permasalahan yang ada di negeri ini.
Perjalanan
saya dalam menggapai mimpi ini belum selesai. Justru ini merupakan garis start yang baru saya
masuki. Masih sangat banyak hal yang harus saya pelajari, perjuangkan, dan saya
lalui untuk lebih dekat dengan mimpi saya. Hal yang saya yakini adalah ketika
kita menyukai suatu hal, maka semua energi positif dalam diri kita akan
mengantarkan kita kepada tempat semestinya kita berada. Yang terpenting adalah
kita mau melakukan effort maksimal untuk mencari opportunity yang ada. Saya sangat
berharap perjalanan saya kali ini menuntun saya ke tempat semestinya saya
berada.
Walaupun saya
masih merasa tersesat didalam idealisme saya.
Tetapi sampai saat ini saya menikmati semua perjalanan. Karena baik itu
ketersesatan ataupun jalan lurus merupakan sebuah proses pembelajaran hidup
yang tentunya saya yakini untuk membuat diri menjadi lebih baik. Rasionalisme
itu penting, tetapi bukan berarti untuk membunuh idealisme. Keseimbangan dua
komponen tersebut sangat penting, Sukar untuk dilakukan, tetapi bukan berarti
tidak bisa dilakukan. Yang terpenting adalah “how to enjoy every learning
process.”